“Berkali-kali mati…” begitulah
setiap kali aku berkata pada cermin. Apa Aku terlalu baik, atau memang
bodoh… Untuk kesekian kalinya hidup dan mati. Tuhan terlalu apik
menghidupkan tokoh seperti aku, yang kerap kali disakiti maupun dibuli
kawan sejati, tapi tetap diam menahan diri.
Meski tak jarang pula Aku sendiri berkata pada cermin, “Berkali-kali
mati, sama artinya berkali-kali hidup. Karena aku tidak akan bisa mati
jika tidak didahului dengan hidup, begitupun sebaliknya. Tidak akan
dikatakan hidup jika tidak ada yang mati.”
Ah rumit sekali diri ini, menafsirkan hidup yang terkadang bahkan
acapkali memaksaku untuk mengaku kalah. Permainan yang sungguh
melelahkan, tetapi Tuhan seolah tetap mempercayai bahwa aku akan
menang, bahwa pemain itu sangat cocok diperankan olehku, akulah pemeran
utamanya.
“Seringkali kau memaksa hatiku kembali memelukmu, mencumbu mesra kisah kita yang sempat kau orak-arik dengan keangkuhanmu sebagai lelaki. Tapi, aku selalu menganggukkan inginmu. Seperti satu ketukan hipnotis menyentuhku dan lupalah aku akan semua kejadian menjijikkan bahkan memuakkan itu. Dimana aku berdiri dengan sebelah jiwa terluka, sedang kau mesra dengan dia. Beruntung, Tuhan membisikkanku… Bahwa aku kuat, bahwa kau sedang terlena pada mainan baru. Jika kau satu denganku, maka kau akan kembali melengkapi jiwaku yang luka, begitulah pesan Tuhan padaku… Disampaikan di antara keadaan alam gelap, dalam sujud, doa dan airmata.”
Tentang seseorang yang (mungkin) Allah ciptakan untukku, dan
menciptakanku untuknya… Dimanakah kau, wahai lelaki? Sungguh,
seandainya kau dapat menatap mata dan hatiku… Hanya kau yang
menguasaiku, hingga kini. Diantara banyak makhluk sejenismu, tetap
hanya kau yang paling menyelimutiku. Diantara banyak suara kerinduan,
tetap hanya pada kau suara itu ingin aku dengar. Berkali-kali kau
buatku mati, berkali-kali pula kau yang menyebabkan hidup… Kau hanya
diam, bahkan ketika aku berteriak pun bibirmu tetap mengatup rapat,
tapi tak tau hatimu.
“Sudahlah, cermin ini harus segera aku simpan kembali dalam tas. Aku seperti gila berdialog sendiri pada cermin, cermin ini tetap tidak bisa hidup bahkan menjelma jadi manusia, yaitu kau.” tak ada yang bisa menebak teka-teki ini. Hanya tindakku, tindakmu dan tindak Tuhan yang mampu menyelesaikannya.
Sudahi dulu perbincangan kita, kau tetap semu, kau tak selalu ada,
bahkan ketika kau meyakinkanku selalu ada. Kau lelaki yang Tuhan
gariskan arah jodohnya kepadaku, Aamiin. Tak ada yang lebih
membahagiakanku, selain kamu dan mimpi-mimpi kita, setelah waktu yang
seolah memusuhi kita dan menolak menyatukan kita. Mimpi teragung dan
tercantik untuk segera diwujudkan, dari Aku dan Kamu berubah jadi Kita…
Seperti janji-janji yang kita yakini dulu, sebelum manusia-manusia itu
hadir memporak-porandakan kemesraan kita. Dan, kau? Semoga Tuhan-pun
mengajak kita berdamai atau kita sama-sama lupa bahwa (Aku, Kamu)
sempat jadi Kita dan tak ada lagi jejak untuk cinta. Sampai jumpa di pertemuan baru kita, nanti.
0 Response to "Berkali-kali Mati"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar positif, salam sayang saling mengunjungi