Menulis Kreatif, Menembus Media
by Nestor Rico Tambunan
Sejujurnya, menulis kiat-kiat dan tetek bengek trik mengenai penulisan fiksi
itu gampang-gampang sulit. Pertama, karena fiksi (puisi, prosa – cerpen dan
novel – naskah lakon, dan skenario) sebagai karya hasil imajinasi sering sangat
personal. Setiap orang memiliki warna karya dan proses kreatif yang berbeda. Kedua, menulis fiksi itu mengandung pengetahuan (wawasan) sekaligus terapan
(keterampilan). Kita bisa menjelaskan banyak hal, tapi ujungnya bagaimana
kemampuan masing-masing orang menerapkan dalam tulisan (karya). Tak ada orang
yang bisa menghasilkan karya bagus tanpa banyak praktek
menulis.
Karena itu, untuk orang-orang yang sudah menggeluti dunia tulis menulis,
seperti anggota grup CENDOL, barangkali yang lebih dibutuhkan adalah tukar
pengalaman dan wawasan. Karena itu, tulisan ini saya buat ringkas. Sekedar
bahan atau pijakan untuk diskusi.
Bermain ATM
Tujuan orang menulis pastinya berharap karyanya bisa diterbitkan atau dimuat
di media. Agar karyanya dibaca orang. Agar namanya dikenal orang. Agar mendapat
honor. Tapi diterbitkan atau dimuat dimana? Bagaimana caranya agar karya
kita diterima atau lolos seleksi?
Dalam ilmu komunikasi, ada istilah “berorientasi pada media” dan
“berorientasi pada komunikan”. Ini filosofi dasar dalam ilmu komunikasi. Kalau
ingin menulis sesuatu lewat media, kita harus memahami karakter media dan
sasarannya (komunikan).
Setiap media itu berbeda. Suratkabar berbeda dengan tabloid dan majalah.
Sesama suratkabar atau sesama majalah juga berbeda. Sesama majalah remaja, tapi
warna isinya pasti berbeda, sesuai karakter dan filosofi majalah bersangkutan.
Karakter ini sekaligus merepresentasikan karakter pembacanya.
Dalam konteks cerpen, misalnya, cerpen di Kompas Minggu, pastilah beda
dengan cerpen-cerpen yang dimuat di Koran Tempo Minggu. Cerpen di GADIS,
tidaklah selalu sama warnanya dengan cerpen yang dimuat di ANEKA, HAI, KAWANKU,
GAUL , atau STORY meskipun sama-sama media
remaja. Seperti juga pembaca atau penggemar GADIS juga berbeda pembaca
media-media tersebut.
Jadi, kalau mau menulis cerpen di GADIS, ya perhatikan lah cerpen-cerpen di
GADIS. Mungkin saja cerpen yang ditolak di GADIS, diterima, bahkan jadi cerita
sampul di majalah lain, atau sebaliknya. Mungkin ada yang berpikir, di sana ada faktor personal
redaktur yang menyeleksi cerpen. Ada
benarnya. Tapi, tentu yang ditempatkan jadi redaktur itu personal yang dinilai
bisa menyeleksi cerpen sesuai karakter majalahnya.
Jadi, kalau ingin bisa menembus redaktur berbagai jenis media, selain bisa
menulis karya yang secara teknis baik, juga harus memahami karakteristik
masing-masing media. Karena itu,
adalah menguasai rumus ATM (Amati, Teliti, Modifikasi).langkah penting pertama Amati dan Teliti ini menyangkut tema-tema,
gaya penulisan,
bahkan mungkin juga panjang tulisan. Ya, Modifikasi lah agar
sesuai karakter tulisan di media itu. Jangan ngeyel karena tidak bisa
atau tidak suka membuat seperti yang ada di satu media.
Persoalannya, apakah kita mungkin mengamati (membaca) semua media? Apakah
kita mampu memaham perbedaan-perbedaan karakter atau tuntutan karya itu? Kalau
ingin menembus semua media, ya harus berusaha. Sesudah baru bisa memulai
langkah kedua: menulis kreatif, sesuai media yang berbeda itu.
Kreatif = Kaya Wawasan
Pijakan pertama “menulis kreatif”, jelas “menulis bagus”. Sebelum jadi
penulis cerpen yang kreatif, sudah bisa menulis cerpen yang baik. Tapi bicara
soal cerpen yang baik, pembahasan bisa sangat luas karena menyangkut banyak
unsur: tema, konflik, alur/plot, setting, karakterisasi tokoh, gaya bahasa, dan
sebagainya. Panjang kalau berbicara teori begini.
Khusus cerpen, baiknya kita berpegangan pada kriteria Edgar Allan Poe, salah
seorang pakar cerita pendek dunia. Menurut Poe, ciri dan syarat cerpen yang
baik, antara lain cerita ketat dan padat. Maksudnya, cerita
tidak bertele-tele. Mengalir, fokus pada satu alur atau efek tunggal, tidak
melebar atau terlalu mengobral detail seperti novel. Ciri dan syarat lain,
harus meyakinkan. Maksudnya, cerita harus menarik dan hidup,
sehingga pembaca menikmati seolah-olah sesuatu yang benar terjadi, bahkan larut
dalam cerita tersebut. Dengan demikian, cerita menimbulkan kesan.
Maksudnya, cerpen itu memberi kesan dan pesan yang mendalam.
Unsur-unsur teknis seperti tema, konflik, alur/plot, dan sebagainya, hingga
syarat cerita padat dan ketat itu termasuk unsur intrinsik,
unsur yang bisa dilihat atau ditemukan dalam cerpen. Ini bisa dipelajari. Kalau
sudah fasih menulis, unsur ini cenderung otomatis dan mengalir begitu saja.
Tapi, membuat cerita meyakinkan dan menimbulkan kesan, menurut saya
tergantung unsur ekstrinsik, unsur yang ada diluar cerpen
(karya) tapi terlihat dan terasa cerita, yaitu wawasan, kecerdasan,
pemikiran-pemikiran dan filosofi yang dimiliki si pengarang.
Bagaimanapun, inti karya fiksi itu adalah gagagan atau pemikiran tentang
kehidupan. Tentang kemanusiaan. Tentang cinta, kasih sayang, persahabatan,
kebahagiaan, kegembiraan, impian-impian, duka, kesedihan, penderitaan,
keserakahan, ambisi, dendam, rasa Ke-Tuhanan, cinta bangsa, dan berbagai
persoalan lain dalam kemanusian kita. Semakin banyak wawasan, semakin luas dan
dalam pemahaman akan berbagai persoalan hidup, semakin banyak bahan untuk
berimajinasi. Semakin kaya dan mudah pula memainkan konflik dan emosi dalam
cerita.
Dimana kita mendapatkan wawasan yang luas dan kaya mengenai kehidupan? Ya,
dalam kejadian di masyarakat, di media massa ,
di bacaan-bacaan, termasuk karya-karya penulis lain. Persoalannya, apakah kita
mau atau tertarik dengan beribu persoalan kehidupan di sekitar kita? Atau hanya
tertarik memikirkan hal yang kita suka atau menurut kita keren?
Jadi, menurut saya, untuk bisa menulis kreatif dan bagus, selain menguasai
berbagai teknis penulisan, kita harus punya wawasan dan belajar memahami
kehidupan dan kemanusiaan (humanisme) dengan segala warni-warni dan maknanya.
Karena wawasan dan pemahaman itu akan membuat imajinasi kita jadi kaya.
Tentu, kita perlu selalu rendah hati. Selalu membaca dan menghormati semua
karya penulis lain. Bukankah sastra itu seni? Seniman harus rendah hati. Begitu
kita merasa sudah atau lebih pintar, menjadi sombong, kita akan berhenti. Akan
stagnan. Dan selesai.
Selamat berkarya dalam rendah hati!
*Materi Workshop C-Jack "Menulis Kreatif, Menembus Media"
0 Response to "Menulis Kreatif, Menembus Media"
Posting Komentar
Tinggalkan komentar positif, salam sayang saling mengunjungi