Dari Dekat Hingga Jauh



Terkadang, kita menyukai seseorang tanpa sebab atau memang begitu sebenarnya, entahlah. Beberapa tahun lalu, mengagumi santri yang merangkap sebagai guru ngaji datau dirosah di pondok, masih muda hanya beda beberapa tahun, tapi ilmu yang dimiliki hampir menyamai ilmu guru yang sebenarnya. Selang waktu, kita semakin dekat antara kakak-adik. Ya, kita kian dekat semenjak teman-teman mengailkan kami supaya dekat. Dia seorang yang periang, aku menyukai sifatnya yang tidak gampang mengeluh, pandai menyebar senyum, dan ada saja sikap lucu yang dilakukan di depan orang-orang.
Beberapa bulan kemudian, ada yang aneh. Ya, apa karena aku yang semakin beranjak dewasa, kelas tiga Mts (Kelas tiga Mts disebut dewasa?). Aku mulai merasa bahwa perasaanku kala itu bukan hanya sebatas kakak-adik, melainkan lebih. Aku menyukainya, tapi bukan sebagai kakak. Bukan. Namun begitu, tidak mungkin pula aku jujur padanya, aku memilih diam, aku tahan.
Kelulusan, sekarang dia telah lulus MA dan akan kembali ke kota kelahirannya. Ada perasaaan sedih berkecamuk di hati, bagaimana tidak dia satu-satunya laki-laki yang berhasil membuatku  rindu, membuatku tak bisa tidur, membuatku merasa selalu ingin bertemu selama tiga tahun di pondok pesantren. Memang, sebelum pergi, setelah acara perpisahan, Abang  sempat pamit, foto berdua di belakang (dapur), untung nggak ada pengurus, kalau ada bisa-bisa kita kena sangsi sebab melanggar peraturan. Dia juga memberikan dua buku tulis ukuran tebal yang isinya tidak sama tebal kepadaku. Buku tulis yang berisi kisah dan kesah kita berdua selama berada di penjara suci (baca: pondok), bukan dengan surat. Setelah itu dikeluarkan pula semacam kartu nama dan kaos yang masih terlipat rapih, "Ini disimpan sama neng, ya... Nantii, haul abang ambil..." ujarnya selalu dengan cengiran khas. Aku senang, ya sangat senang, aku langsung mengangguk dengan hati tentu sangat berbunga-bunga. Meskipun dia tidak tau perasaanku yang sebenarnya, tapi yaudahlah tidak pantas juga aku berucap soal cinta di hadapannya, bagaimanapun juga dia guru dirosah ku setiap malam ba'da isya.
Hari, minggu, bulan, bahkan sampai tahun, tak juga kudengar kabarnya. Tak bisa kirim surat, apalagi sms atau telepon. Dilarang membawa alat elektronik, nyetrika baju saja pakai setrikaan alami (kedua tangan), gosok serapih mungkin. Haul tahun pertama setelah dia boyong, ternyata tidak datang, tahun berikutnya pun sama. Disamping aku mengharapkan dia, di sisi lain ada beberapa yang mencoba mendekatiku, dengan berbagai cara. Dari mulai mengirim makanan, mengirim surat, mengajak ngobrol langsung. Aku menolak. Mungkin terkesan sombong, sok jual mahal, atau apalah, tapi aku tidak peduli. Justru dengan menerima tapi kenyataannya aku tidak suka, apa aku termasuk orang yang baik. Sudahlah, mencaci atau menjauhiku pun silakan. Aku mencintainya, iya cinta yang aku rasakan. Aku berharap dia laki-laki terakhir itu, tanpa harus mendulang masa pacaran, tanpa harus saling menyebut sayang, cinta, atau sebutan lainnya, aku berharap dia datang setelah aku lulus MA.
Banyak yang bilang kenapa aku tidak mau menerima setiap laki-laki yang ingin jadi kekasihku, "Kan lumayan dimanfaatin?, kan lumayan dari pada jomblo?, kan lumayan...". Tapi aku sama sekali tidak berpikir seperti itu. Hanya berharap cinta yang sebenarnya, cinta yang sebenarnya cinta, bukan sekedar pacaran. Aku berharap kepastian, tidak harus menunggu lama melalui proses pacaran, makanya aku lebih memilih sendiri. Kadang, aku kesal, kenapa dia tidak pernah memberi kabar sedikit pun, apa sudah lupa aku yang katanya dianggap sebagai adik?
 Aku luluuuus.....
Di tengah kegembiraanku yang memuncak, sekelibat suara samar berbisik lirih tak jauh dariku. Ah mungkin perasaanku saja, itu tidak mungkin. Jangan sampai, semoga cuma gosip belaka. Keesokan hari, aku bertemu dengan kawannya di warung samping pondok, detik-detik terakhir aku di tempat itu, karena sore akan pulang kembali ke rumah yang selama enam tahun ditinggal, betapa rindunya.
"Hah?, yang bener? kok nggak kasih kabar, ya.." Aku coba menanggapi pernyataan laki-laki berambut keriting, berkulit kecokelatan dengan pasang wajah biasa saja.

Kenapa dia sebegitu kejamnya (kejam kenapa?), apa ini salahku atau gimana... harusnya abang bilang sama aku, supaya aku tidak berharap lagi. Aku menggerutu sedih dalam hati. Perpisahan, yang benar-benar perpisahan. Aku kehilangannya, laki-laki yang aku sukai, yang aku pertahankan dalam diam, dalam hati selama hampir empat tahun. GOOD BYE, dia telah berdua sekarang... semoga bahagia, menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah... sampai detik ini aku tidak pernah menjelaskan persoalan yang sebenarnya, persoalan kalau aku menganggapnya melebihi seorang Abang (Kakak...)

###

Karena merasa sakit hati, sedih, pilu, aku pun menyita barang-barang dia yang ada padaku. Terbawa lingkungan, akhirnya aku mengikuti salah satu teman yang lagi broken heart (istilah gaulnya mah seperti itu) mengambil korek api dan membakar tumpukan kertas dan foto kami berdua, meluapkan kesedihan dengan cara seperti itu.

Hai, Bang... masih ingat aku?, aku yang dulu suka curhat tentang apapun padamu, aku yang dulu suka mencari celah dari gerbang penjara suci supaya bisa melihat sosokmu. Sekarang, aku sudah kuliah, mendapat banyak kawan, dan berharap sedikit lawan.
Dua semester terlewati, aku rasa hatiku tidak kepincut pada siapapun di kampus, semuanya datar. Semester satu, dua, tiga tak juga aku jatuh cinta. Sepertinya tak ingin jatuh cinta lagi, trauma.

Hingga akhirnya di pertengahan 2010 lalu aku mendapati seorang laki-laki yang menyatakan keseriusan. Dan, apapun yang aku minta akhirnya dikasih (bukan materi). Seiring bergulirnya waktu, aku semakin berusaha mengerti laki-laki ini, memahami karakternya, hingga akhirnya jatuh cinta. Aku menyayanginya serta keluarganya, sudah sangat dekat. Sampai aku terlalu yakin, bahwa kita pasti menyatu, bahwa kita tidak mungkin terpisah. Bayak mimpi, angan, cita yang kita sulam dengan indahnya. Kenapa saya menerimanya?, karena keseriusan dan semua sudah direncanakan. Dari mulai melingkari kalender yang katanya positif akan datang, kemudian cari kebaya, cincin, biaya, seluruhnya. Terlihat kebahagiaan dari rona wajah Ibu dan Bapa, aku sangat bersyukur bertemu laki-laki yang akan menjadi suamiku. Seseorang yang sangat berpengaruh dalam hidupku saat itu. 

Allah Maha Besar...
Di pertengahan tahun 2011 semuanya kandas. Dan aku, seperti mendapati bongkahan besi besar menimpa tempurung kepala. Sangat sakit. Allah, lenyap sebegitu saja kah?, hanya sebab dia tlah berdua dan akhirnya dia pun memilih membatalkan semua, sebab ego. Membanting paksa kebahagiaan kami, silaturahmi kami. Mencoba berdiri secara perlahan, berharap Ibu tidak menatapku iba, kasihan, begitupun Bapa. Justru aku merasa bersalah kepada beliau, aku berhasil membuatkan istana khayal, namun dalam waktu  yang sebegitu singkatnya langsung tertimpa tumbangan pohon besar.

Dua laki-laki yang berhasil merebut hati seorang wanita seperti saya. Ternyata, yasudahlah... Segala sesuatunya sudah diatur. Allah selalu lebih mengerti kita..

Akhir-akhir ini aku seperti sedang menyukai atau mungkin pantas dibilang mengagumi seseorang., setelah berusaha melupakan luka dan masih tersisa luka, duka. Kita sama-sama menyukai dunia kepenulisan, sikap riangnya sama sepert Abang waktu di pondok. Sebab kebiasaan, aku semakin menyukainya. Sebab motivasinya, aku semakin ingin dekat dengannya. Sebab keceriaannya aku semakin ceria. Ya, lagi-lagi seperti terdahulu, sekedar mengagumi. Aku tidak bisa berbicara langsung di hadapannya, gerogi tingkat tinggi dan memang tidak pernah bertemu langsung. Lagipula, tidak mungkin penulis seperti dia menyukaiku... Kadang dia begitu dingin dengan wanita. Pernah, sesekali aku chat atau sms dia ketika sakit. Berharap dia merespon dengan cepat, tapi tidak. Dia cuek. Sudahlah, tidak sebegitu gampang juga kali...
(*) Rindu, beneran....
Sekarang belajar untuk tidak terlalu berharap, dengan mengagumi rasanya sudah cukup. Bawa cinta dalam diam, jika memang kita tidak memiliki rasa yang sama, untuk apa dilanjutkan.. ^_^
 #Aku mengagumimu


0 Response to "Dari Dekat Hingga Jauh"

Posting Komentar

Tinggalkan komentar positif, salam sayang saling mengunjungi